Implikasi atas gerakan ini tentunya akan mengurangi cadangan daya yang ada pada sisi pembangkit --lebih kurang 1000 MW -- andai kata rata-rata beban pada sisi konsumen sebesar 1000 Watt. Sementara kondisi PLN yang mendeklarasikan per-1 Juni 2010 tidak terjadi lagi byar pet di seluruh wilayah Indonesia. Untuk memenuhi kedua gerakan yang sungguh “bebani” tersebut, PLN telah mengadakan langkah-langkah konkrit antara lain: Pembangunan Proyek 10 ribu MW tahap 1 dan 2, relokasi (permindahan) pembangkit dari suatu daerah ke daerah yang membutuhkan, pengaturan operasional PLTA agar tidak 24 jam, cukup 4-5 jam sehari tujuannya agar hemat air dan usaha-usaha lain yang penuh dengan kreatifitas dan inovatif. Namun demikian, semua usaha PLN tersebut diatas akan tidak banyak manfaatnya untuk jangka panjang apabila di sisi konsumen (demand side management) tidak digalakkan juga usaha penghematan (konservasi energi). Berapapun besar daya yang dibangkitkan akan cepat habis, apalagi kapasitas daya pembangkit per unit yang bisa dibangkitkan masih terbatas pada kisaran maksimal 300-600 MW.Mengingat jumlah penduduk terus bertambah, pendapatan masyarakat terus bertambah, pertumbuhan ekonomi cukup baik dan sektor indusri terus berkembang, maka tentunya permintaan akan daya listrik oleh konsumen akan meningkat pula. Biasanya pertumbuhan permintaan rata-rata hampir dua kali dari pertumbuhan ekonomi, sementara pertumbuhan pembangkit sangat kecil sekali, rata-rata hanya 1-2 %. Oleh karena itu akan terjadi kekurangan daya yang terus menerus. Untuk itu, perlunya usaha penghematan (konservasi energi) untuk menjaga kelangsungan listrik nasional.
Prinsip konservasi diterapkan pada seluruh tahap pemanfaatan sumber daya energi sampai pada pemanfaatan akhir. Upaya konservasi dilaksanakan melalui upaya peningkatan efisiensi eksploitasi pemanfaatan sumber daya energi, sedangkan konservasi disisi ilir dilaksanakan melalui peningkatan efisiensi pemanfaatan pemanfaatan energi akhir di semua bidang. Peningkatan konservasi di hulu dilakukan dengan jalan meningkatkan optimasi pemanfaatan sumber daya energi secara bijaksana untuk kepentingan masa kini dan masa mendatang. peningkatan efisiensi pemanfaatan, efektifitas penambangan dan pengelolaan sumber energi diversifikasi energi. Ketika listrik padam melanda wilayah timur laut Amerika dan sekitarnya termasuk negara bagian New York, masyarakat di sana sepakat menghemat pemakaian listrik. Bahkan mereka rela memangkas pemakaian listriknya hingga 50 %. Kapan masyarakat Indonesia seperti itu?. Lalu apa yang menarik dari kejadian itu?. Yang menarik justru kesadaran masyarakatnya yang rela bergelayut dalam kegelapan kendatipun biasanya mereka diterangi lampu-lampu yang menyilaukan. Mereka rela tidak memasak dengan kompor listrik. Mereka rela hanya menggunakan satu lampu. Mereka juga rela tidak mandi air hangat. Mereka rela tidak ber-AC dan lain sebagainya. Sebuah kesadaran yang sangat langka di Indonesia. Bayangkan, sebuah masyarakat yang sudah terbiasa dengan melubernya pasokan listrik, bisa sebegitu cepat merubah perilakunya di saat krisis. Mereka secara serempak memangkas habis kebiasaan mereka itu tanpa harus ada andil pemerintah. Padahal pemerintah setempat hanya menginformasikan bahwa pasokan listrik di kawasan mereka akan berkurang secara drastis.
Lain Amerika lain Indonesia. Dari segi apapun Indonesia sangat tidak bisa dibandingkan. Walaupun kondisi listrik di beberapa sudah masuk dalam kategori kritis. Masyarakat kita tetap pada kebiasaannya. Boros. Berbagai program sudah diluncurkan. Mulai dari Demand Side Management (DSM), kampanye hemat energi, kampanya energi hijau dan program-program lainnya. Tetapi program-program tersebut tampaknya kurang begitu berarti dalam membangun kesadaran masyarakat untuk menjadi hemat. Mereka tetap saja boros. Berbicara masalah boros, ini sepertinya sudah menjadi budaya kita. Hal ini bisa kita simak dalam suatu dialog antara orang tua dan anaknya. “Nak mulai sekarang kamu harus dapat lebih hemat dalam belanja sehari-hari, sekarang apa-apa mahal”, tutur sang ayah kepada anak-anaknya. Secara spontan salah satu anaknya yang cerdik serta kritis menjawab:” baik kami akan berhemat, tetapi ayah juga harus berhemat dong, rokok ayah dikurangi, malah kalau bisa dihentikan saja, mobil ayah yang boros bensinnya dan sering masuk bengkel dijual dan diganti saja, lampu pijar kita yang kuno, kurang terang dan boros energi diganti dengan lampu hemat energi saja”, spontan disambut anak-anak lainnya:” setuju.........”.
Contoh kehidupan dalam rumah tangga di atas patut kita renungkan sekaligus menjadi contoh yang baik bagi kita semua bahwa kebiasaan berhemat itu sebaiknya dan memang seharus kita lakukan, sebab dengan berhemat kita tidak hanya memperoleh keuntungan dalam hal material dan finansial saja, bahkan juga dalam hal spritual. Dengan berhemat berarti kita tidak membiarkan terjadinya sesuatu yang mubajir, berarti berhemat itu ibadah. Tetapi apabila akan menganjurkan kepada pihak lain kita harus terlebih dahulu introspeksi, apakah kita sendiri sudah berhemat?. Jangan-jangan kita sendiri masih boros dan semakin boros, sebab bila jika sendiri masih boros, besar kemungkinan pihak yang menerima anjuran kita justru akan mencemooh, karena dinilainya kita tidak konsisten. Untuk membudayakan program hemat energi ini, maka sosialisasi menjadisemakin penting dan mendesak mengingat harga energi terutama tarif dasar listrik serta bahan bakar minyak sebagai bahan baku pembangkit listrik semakin mahal. Kenaikan harga energi tersebut pada akhirnya diperkirakan akan menimbulkan masalah yaitu bertambahnya beban social cost yang mesti ditanggung masyarakat.Walaupun masih krisis ekonomi, tetapi saat ini ada kecenderungan tumbuhnya pola konsumtif di tengah masyarakat, khususnya pada strata keluarga yang tergolong mampu terutama dalam memenuhi kebutuhan hidup termasuk peralatan elektrik atau elektronika tanpa memperhatikan daya konsumsi listrik yang menjadi “masalah tersendiri” dalam sosialisasi program konservasi energi nasional. Oleh karena itu, pemahaman, pengetahuan dan prinsip dasar konservasi energi agar dapat berkembang menjadi budaya hemat energi yang berdaya guna dan berhasil guna menjadi sangat penting untuk disosialisasikan kepada keluarga, khususnya anak-anak usia dini di tingkat taman kanak-kanak dan sekolah dasar beserta orang tuanya. Hal ini penting sekali karena di dalam keluarga, karakter/watak anak mulai tumbuh, berkembang dan terbentuk menjadi pola hidup perilaku yang menjadi budaya dalam menjalani kehidupan sehari-hari termasuk pemanfaatan sumber daya energi.Di samping menumbuhkan budaya hemat energi di seluruh masyarakat kita, juga ada hal yang tidak kalah pentingnya adalah penggunaan lampu hemat energi dan menghindari penggunaan listrik pada waktu beban puncak yaitu pada jam 18.00 sampai 22.00 serta menghindari pemakaian peralatan listrik yang tidak diperlukan.
Dengan menggunakan lampu hemat energi listrik misalnya, masyarakat hanya butuh lampu berdaya 30 Watt untuk menerangi ruangan yang biasanya memakai 75 Watt. Dengan demikian, penghematan yang dilakukan pelanggan sebesar 45 Watt untuk satu titik lampu saja. Jika pelanggan menggunakan 3 titik lampu hemat energi, maka penghematannya sebesar 135 Watt x lamanya penggunaan perhari.
Penghematan yang diperoleh dari penggunaan lampu hemat energi saja sudah terlihat sangat signifikan,apalagi bila ditambah dengan penggunaan cara lainnya untuk lebih hemat lagi. Bila hal ini dilakukan secara serentak oleh para pelanggan, betapa besar energi listrik yang dapat dihemat, betapa besar sumbangsih mereka, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengerem laju pertumbuhan beban puncak yang akan mengurangi kebutuhan biaya investasi dan biaya operasi, serta dapat memberikan kesempatan yang lebih besar bagi anggota masyarakaty lainnya yang belum menikmati listrik.
Namun membangun budaya hemat energi listrik menggunakan suatu proses sehingga butuh waktu dan kesabaran untuk mewujudkannya, agar kelak suatu ketika menjadi berurat berakar dan mendarah daging di kehidupan masyarakat dalam menggunakan energi listrik sehari-hari. Memang tidak mudah, sebagaimana dalam pepatah, “hanya istana dalam khayalan sajalah yang dapat ditegakkan dengan cepat dan bersantai-santai”